Saturday, 17 February 2018

BPOM Keluarkan Surat Perintah Penarikan Albothyl Dari Pasaran

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membekukan izin edar Albothyl bentuk cairan obat luar konsentrat. BPOM juga memerintahkan agar obat yang beredar di pasaran ditarik.
"BPOM RI membekukan izin edar Albothyl dalam bentuk cairan obat luar konsentrat hingga perbaikan indikasi yang diajukan disetujui. Untuk produk sejenis akan diberlakukan hal yang sama," tulis Humas BPOM dalam website resminya, Kamis (15/2).
 
INDAHNYA BERBAGI
BPOM
PT. Pharos Indonesia selaku produsen Albothyl dan industri farmasi lain yang memegang izin edar obat mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat diperintahkan untuk menarik obat dari peredaran.

"Selambat-lambatnya 1 bulan sejak dikeluarkannya surat keputusan pembekuan izin edar," katanya.

Profesional kesehatan dan masyarakat juga diimbau menghentikan penggunaan obat tersebut. Bagi masyarakat yang terbiasa menggunakan obat ini untuk mengatasi sariawan, dapat menggunakan obat pilihan lain yang mengandung benzydamine HCl, povidone iodine 1%, atau kombinasi dequalinium chloride dan vitamin C.

Menurut hasil kajian BPOM, Albothyl merupakan obat bebas terbatas berupa cairan obat luar yang mengandung policresulen konsentrat dan digunakan untuk hemostatik dan antiseptik pada saat pembedahan, serta penggunaan pada kulit, telinga, hidung, tenggorokan (THT), sariawan, gigi dan vaginal (ginekologi).

BPOM sudah melakukan pemantauan Albothyl. Hasilnya dalam 2 tahun terakhir BPOM menerima 38 laporan dari profesional kesehatan yang menerima pasien dengan keluhan efek samping obat Albothyl untuk pengobatan sariawan.

"Di antaranya efek samping serius yaitu sariawan yang membesar dan berlubang hingga menyebabkan infeksi (noma like lession)," kata BPOM.

Selain itu BPOM juga melakukan kajian bersama ahli farmakologi dari universitas dan klinisi dari asosiasi profesi terkait. Kajian itu soal aspek keamanan obat yang mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat.

"Diputuskan tidak boleh digunakan sebagai hemostatik dan antiseptik pada saat pembedahan serta penggunaan pada kulit (dermatologi); telinga, hidung dan tenggorokan (THT); sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi (odontologi)," ucap Humas BPOM.

Soal bahaya Albothyl ini berawal dari surat rekomendasi BPOM terhadap PT Pharos Indonesia yang viral di media sosial.  Ada sejumlah hasil pengkajian dari BPOM soal obat tersebut.

Hasil kajian itu di antaranya, cairan obat luar konsentrat 36 persen tidak terdapat bukti ilmiah/studi yang mendukung indikasi policresulen telah disetujui. Policreculen cairan konsentrat 36 persen penggunaannya sangat berbahaya atau berisiko jika digunakan tanpa pengenceran dahulu.

Obat ini tidak lagi direkomendasikan penggunaanya untuk indikasi pada bedah, kulit (dermatologi); telinga, hidung dan tenggorokan (THT); sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi (odontologi).


Terdapat laporan chemical burn pada mucosa oral terkait penggunaan policresulen cairan obat luar konsentrat 36% oleh konsumen.


EmoticonEmoticon