JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) membekukan izin edar Albothyl bentuk cairan obat luar
konsentrat. BPOM juga memerintahkan agar obat yang beredar di pasaran ditarik.
"BPOM RI
membekukan izin edar Albothyl dalam bentuk cairan obat luar konsentrat hingga
perbaikan indikasi yang diajukan disetujui. Untuk produk sejenis akan
diberlakukan hal yang sama," tulis Humas BPOM dalam website resminya,
Kamis (15/2).
PT. Pharos Indonesia
selaku produsen Albothyl dan industri farmasi lain yang memegang izin edar obat
mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat
diperintahkan untuk menarik obat dari peredaran.
"Selambat-lambatnya
1 bulan sejak dikeluarkannya surat keputusan pembekuan izin edar,"
katanya.
Profesional kesehatan
dan masyarakat juga diimbau menghentikan penggunaan obat tersebut. Bagi
masyarakat yang terbiasa menggunakan obat ini untuk mengatasi sariawan, dapat
menggunakan obat pilihan lain yang mengandung benzydamine HCl, povidone iodine
1%, atau kombinasi dequalinium chloride dan vitamin C.
Menurut hasil kajian
BPOM, Albothyl merupakan obat bebas terbatas berupa cairan obat luar yang
mengandung policresulen konsentrat dan digunakan untuk hemostatik dan
antiseptik pada saat pembedahan, serta penggunaan pada kulit, telinga, hidung,
tenggorokan (THT), sariawan, gigi dan vaginal (ginekologi).
BPOM sudah melakukan
pemantauan Albothyl. Hasilnya dalam 2 tahun terakhir BPOM menerima 38 laporan
dari profesional kesehatan yang menerima pasien dengan keluhan efek samping
obat Albothyl untuk pengobatan sariawan.
"Di antaranya efek
samping serius yaitu sariawan yang membesar dan berlubang hingga menyebabkan
infeksi (noma like lession)," kata BPOM.
Selain itu BPOM juga
melakukan kajian bersama ahli farmakologi dari universitas dan klinisi dari asosiasi
profesi terkait. Kajian itu soal aspek keamanan obat yang mengandung
policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat.
"Diputuskan tidak
boleh digunakan sebagai hemostatik dan antiseptik pada saat pembedahan serta
penggunaan pada kulit (dermatologi); telinga, hidung dan tenggorokan (THT);
sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi (odontologi)," ucap Humas BPOM.
Soal bahaya Albothyl
ini berawal dari surat rekomendasi BPOM terhadap PT Pharos Indonesia yang viral
di media sosial. Ada sejumlah hasil
pengkajian dari BPOM soal obat tersebut.
Hasil kajian itu di
antaranya, cairan obat luar konsentrat 36 persen tidak terdapat bukti
ilmiah/studi yang mendukung indikasi policresulen telah disetujui. Policreculen
cairan konsentrat 36 persen penggunaannya sangat berbahaya atau berisiko jika
digunakan tanpa pengenceran dahulu.
Obat ini tidak lagi
direkomendasikan penggunaanya untuk indikasi pada bedah, kulit (dermatologi);
telinga, hidung dan tenggorokan (THT); sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi
(odontologi).
Terdapat laporan
chemical burn pada mucosa oral terkait penggunaan policresulen cairan obat luar
konsentrat 36% oleh konsumen.
EmoticonEmoticon