Indahnya Berbagi - Jakarta - Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan keputusan pemerintah untuk
membuka keran impor garam sebanyak
3,7 juta ton terlalu besar dan seakan mengabaikan peran petani garam lokal.
Susi menuturkan, jumlah impor garam seharusnya
dapat diperkecil menjadi 2,1 juta ton saja. "KKP telah menghitung dan
memastikan bahwa untuk impor garam, kuota yang kita rekomendasikan hanya 2,1
juta ton saja," ujarnya di hadapan Komisi IV DPR-RI di Gedung Nusantara I,
Jakarta, pada Senin (22/1/2018).
Menteri Keuangan Susi Pudjiastuti |
Dia menjelaskan, keputusan impor berdasarkan
kesepakatan rapat koordinasi beberapa kementerian dan lembaga di Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian tersebut seakan menghiraukan rekomendasi KKP.
"Keputusan untuk mengimpor (garam) 3,7
juta ton adalah override dari
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perdagangan. Mereka
tidak mengindahkan daripada rekomendasi KKP yang hanya menyarankan impor
sebesar 2,1 juta ton saja," ucapnya.
"Saya mohon ini tidak dipolitisir, karena
KKP sudah lebih dari 15 tahun melakukan impor
garam, jauh dari sebelum saya menjadi menteri," ucap dia.
Acuan pengecilan jumlah impor garam itu juga
diambil Susi setelah mengacu kepada peran petani lokal.
"Pertimbangan kami memutuskan impor 2,1
juta ton juga karena menyadari, melihat dan telah menginvestigasi, bahwa hasil
garam petani cukup bagus dan banyak untuk mencukupi konsumsi masyarakat,"
dia menjelaskan.
"Betul jika tidak diatur seperti itu,
harga garam akan naik menjadi seribu sampai tiga ribu rupiah. Tapi justru itu
menguntungkan untuk petani. Saya mohon bantuan Komisi IV dan Komisi VI DPR RI
untuk memastikan bahwa petani garam tidak dirugikan," pinta Susi.
Keputusan pemerintah untuk mengimpor garam
industri sebanyak 3,7 juta ton menjadi perhatian publik saat ini. Hal ini
mencengangkan lantaran Indonesia merupakan negara yang didominasi oleh perairan
atau laut.
Terlepas dari itu, garam konsumsi seharusnya
juga mesti mendapat perhatian. Pasalnya, garam konsumsi harganya masih
terpantau tinggi saat ini.
Ade, pedagang di Pasar Kebayoran Lama,
mengatakan harga garam sendiri sebetulnya masih terhitung tinggi. Tingginya
harga garam sudah terjadi sejak pertengahan tahun lalu saat heboh kelangkaan
pasokan garam.
Mulanya, Ade menjual garam dengan merek Cap
Segitiga Emas dengan berat sekitar 2 ons seharga Rp 1.000. Kala itu, harganya
sempat naik hingga Rp 3.000-Rp 4.000. Saat ini garam tersebut harganya sekitar
Rp 2.000 hingga Rp 2.500. Artinya, harga garam belum kembali ke posisi semula.
"Garam naiknya dari dulu, sudah turun,
tapi beda dengan yang dulu,".
Namun, Ade mengaku garam tetap laku lantaran
merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. "Beras dan garam sama
tetap laku aja. Namanya kebutuhan
pokok. Garam waktu itu mahal tetap habis, karena banyak yang cari,"
ucapnya.
Namun, Ade menyayangkan lantaran Indonesia
merupakan negara dengan wilayah perairan yang luas namun masih kesulitan garam.
Bahkan, pihaknya juga heran dengan keputusan pemerintah untuk impor garam
walaupun untuk industri.
"Padahal, Indonesia kan perairan
terbesar. Lebih luas laut daripada darat, kenapa harus impor. Terkenal maritim
kelautan," ucapnya.
Hal senada diungkapkan Arif. Dia mengatakan,
tingginya harga garam sudah lama, tapi tak kunjung turun. Garam dengan ukuran
sekitaran setengah kilogram sekarang dijual Rp 5.000. Sebelumnya, harganya
hanya Rp 2.500.
"Garam sudah lama, tapi enggak
turun-turun. Sekarang Rp 5.000, sebelumnya Rp 2.500. Itu juga pernah naik jadi
Rp 7.000," ucapnya.
EmoticonEmoticon